Pemuda Indonesia baru-baru ini menciptakan sebuah inovasi terbaru yaitu drone berbasis kecerdasan buatan (AI) yang mampu mendeteksi kecelakaan kerja di lapangan. Inovasi drone ini dikembangkan oleh beberapa mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang bernama Hamma Dhiyaurrahman Yusdin, Muhammad Adrian Fadhilah, Inggita Nirmala, dan Alif Aditya Wicaksono.
Drone yang
mampu mendeteksi kecelakaan kerja ini diberi nama Environment and Human
Safety Surveillance (ERASTY). Hammam selaku ketua tim menjelaskan bahwa,
drone ini terintegrasi dengan AI yang menggunakan nama algoritma You Only Look
Once (YOLO) dan dilengkapi rangkaian sensor Arduino.
Teknologi
yang terdapat di drone itu digunakan untuk mendeteksi adanya indicator Tindakan
tidak aman dari APD yang digunakan pekerja seperti pakaian pelindung, kacamata,
helm, sarung tangan dan sepatu pekerja.
Tidak hanya
medeteksi APD para pekerja saja, ERASTY juga dilengkapi dengan sensor yang
mampu mendeteksi ancaman kebakaran atau gas berbahaya. Bahkan pada drone yang
dikembangkan ini juga dilengkapi dengan sensor proximity sehingga secara drone
ini dapat bekerja dan mendeteksi potensi terjadinya tabarakan dengan objek di
sekelilingnya.
“Kami
namakan ini fitur Snart Collision untuk menghindarkan drone dari halangan di
lingkungan kerja,” kata mahasiswa jurusan Teknik Sistem dan Industri ITS ini,
05-03-2021.
Terkait sistem
cara kerja ERASTY, Hammam menjelaskan dimulai dari sistem perangkat kerasnya.
Dimana perangkat keras berupa rangkaian sensor yang akan menerima sinyal dari
kondisi lingkungan kerja, dan nantinya sinyal ditangkap lalu dikirim ke
perangkat lunka yang menentukan potensi bahaya di lingkungan kerja.
ERASTY akan
mengaktifkan sistem peringatan jika mengindentifikasi tindakan atau kondisi
yang tidak aman sebagai pengingat pekerja tentang bahaya yang akan terjadi. “Dari
proses indetifikasi itu, hasil scan akan diterima dan disimpan oleh operator computer,”
Ujarnya.
Menurut
Hammam, untuk membuat AI dari ERASTY mampu mendeteksi suatu objek, timnya harus
melatih program tersebut terlebih dahulu dengan memasukan kumpulan data yang
relavan. Salah satu data yang dimasukan berupa foto-foto APD.
Selama 2
minggu masa pelatihan, Hammam mengungkapkan durasi rata-rata ERASTY untuk mengidentifikasi
objek adalah 410,1 milidetik, dengan tingkat akurasi tertinggi yang dapat
dicapai dalam indentifikasi objek ERASTY adalah 90,87%. Sedangkan waktu
penangkapan gas tercepat diperoleh dalam durasi satu detik dengan jarak sumber
gas 10 cm.
“Semakin
lama waktu Latihan, akurasi pendeteksiannya semakin tinggi dan semakin cepat.
Drone juga mampu melakukan pengawasan pada area yang sulit dijangkau oleh petugas
atau alat pemantau seperti CCTV,” ucapnya.
Untuk ke depannya,
ia dan tim berharap drone ini akan menjadi teknologi yang dapat digunakan
secara massal. Karena dengan teknologi Internet of Things (IoT) dan
revolusi industri 4.0, drone memiliki banyak kelebihan dalam implementasinya.
Berkat
inovasi tersebut, ia dan tim berhasil meraih medali emas pada ajang ASEA
Innovative Science Enviromental and Entrepreneur Fair (AISEEF) 2021
yang diselenggarakan Indonesian Young Scientist Association (IYSA) pada 23
Februari lalu.
0 Comments: